PANGAN FUNGSIONAL ATAU PANGAN NUTRASETIKAL YANG LAGI “NGETREND”



Dalam kehidupan modern, filosofi “mangan ora mangan asal ngumpul” (makan atau tidak makan asalkan berkumpul/bersama) rasanya telah mengalami pergeseran.  Konsumen di negara maju memilih bahan pangan bukan lagi hanya bertumpu pada kandungan gizi atau kelezatannya ,tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya. Media cetak maupun elektronik pun amat gencar mempromosikan produk-produk pangan tersebut.  Dan, jenis pangan ini amat cepat populer  dan menjadi  “trend” gaya hidup masa kini.
Di Jepang, makanan olahan yang selain bergizi, tetapi juga mengandung bahan-bahan (ingredient) yang dapat membantu secara spesifik fungsi tubuh dikategorikan sebagai Foods for Specified Health Use (FOSHU), yang kini lebih dikenal  sebagai makanan fungsional, atau makanan nutrasetikal, atau makanan kesehatan.

Dari mana konsep pangan fungsional ini  berasal ?
Bahwa makanan mempunyai kaitan dengan kesehatan bukanlah hal yang baru.  Hipocrates (400 BC) sudah mempunyai pandangan tentang hal ini dengan pernyataannya “Let food be your medicine and medicine be your food”.  Hampir 2500 tahun kemudian yaitu pada abad ke 21, filosofi mengenai makanan sebagai obat mulai dikembangkan (Hasler, 1996).  Konsep bahwa makanan secara alami berguna bagi kesehatan maupun fungsi kuratif  berakar dari evaluasi gizi pada tahun 1950 dan gerakan kembali ke alam (back to nature) tahun 1960.
Istilah  “Nutrasetikal” pertama kali dimunculkan  Stephen de Felice pada tahun 1989.  Felice adalah pendiri yang juga ketua Foundation for Innovation in Medicine (FIM).  Produk pangan nutrasetikal sendiri sudah dihasilkan tahun 1980.
Tahun 1996, berdasarkan consensus pada The First International Conference on East-West Perspectives on Functional Foods, pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.

Jenis makanan apa saja yang termasuk pangan fungsional ?
Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam  pangan fungsional  adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu : (1) serat pangan (dietary fiber), (2) Oligosakarida, (3) gula alcohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids= PUFA), (5) peptide dan protein tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin dan mineral tertentu.
Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan POM, 2001). Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan.  Kalau obat , fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat membantu pencegahan suatu penyakit.
Pangan tradisional Indonesia ternyata cukup banyak yang memenuhi persyaratan  pangan fungsional.  Contohnya adalah minuman beras kencur, temulawak,kunyit asam, serbat, dadih (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Barat), sekoteng atau bandrek, tempe, tape, jamu, dan lain-lain.
Nah, makan tempe penyet dan minum beras kencur berarti sudah bergaya hidup masa kini, lho !!!

Penulis : Ida Agustini S